Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 26 Juli 2017

TAJUK RENCANA: Legitimasi yang Merosot (Kompas)

Mundurnya Fraksi Partai Gerindra dari Panitia Angket DPR terhadap KPK setidaknya menunjukkan "ada masalah" dalam panitia angket.

Fraksi Partai Gerindra menyatakan mundur dari panitia angket lewat surat yang ditandatangani Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani dan Sekretaris Fraksi Fary Djemi Francis. Setelah berada di dalam panitia angket, Gerindra melihat arah panitia angket adalah melemahkan KPK. Gerindra sempat menolak panitia angket, mengirim anggota ke panitia angket, dan kemudian keluar dari panitia angket. "Semakin ke sini, terlihat melemahkan KPK, apalagi sampai meminta keterangan narapidana korupsi," kata Desmond J Mahesa, Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra (Kompas, 25/7).

Sebaliknya, Wakil Ketua Panitia Angket DPR terhadap KPK dari Partai Nasdem Taufiqulhadi mengatakan, mundurnya Gerindra tidak akan menghentikan kerja panitia angket. Kerja panitia angket akan terus berjalan kendati anggota panitia angket hanya terdiri dari satu fraksi.

Penggunaan hak angket adalah hak konstitusional DPR. Tidak ada yang membantah itu semua. Keputusan formal lewat Paripurna DPR sudah diambil meski legitimasinya masih bisa dipersoalkan. Namun, nyatanya, panitia angket yang eksistensinya bisa dipersoalkan dari berbagai sudut pandang, baik hukum, politik, maupun teori keterwakilan, akan tetap dijalankan oleh fraksi-fraksi yang justru berada dalam barisan koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ini agak mengherankan dan menimbulkan tanya.

Sesuai dengan undang-undang, panitia angket harus melaporkan hasil kerjanya dalam 60 hari kepada Paripurna DPR. Terserah Paripurna DPR akan menerima atau menolak hasil kerja panitia angket. Biarlah masyarakat mencermati kiprah anggota DPR dan partai politik yang memang berniat menggembosi KPK.

Namun, terhadap eksistensi KPK, apakah lembaga itu bisa dijadikan obyek angket, putusan Mahkamah Konstitusi pada 2006 bisa menjadi pedoman. Dalam putusan Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 dengan pemohon Mulyana W Kusumah, Mahkamah Konstitusi berpendapat, "Bahwa KPK dibentuk dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. KPK dapat dianggap penting secara konstitusional."

MK berpendapat, pentingnya independensi KPK. Penegasan tentang independensi KPK dan bebasnya KPK dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya justru menjadi penting agar tak terdapat keraguan dalam diri pejabat KPK.

Independensi dan kebebasan KPK diperlukan karena, menurut MK, pihak-pihak yang paling berpotensi diselidiki, disidik, atau dituntut oleh KPK karena korupsi adalah penegak hukum atau penyelenggara negara. Itulah pendapat MK pada 2006 soal independensi KPK.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Juli 2017, di halaman 6 dengan judul "Legitimasi yang Merosot".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger