Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 15 Juli 2017

TAJUK RENCANA: Menunggu Peran Damai AS (Kompas)

Kehadiran Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson untuk mencari solusi krisis di Timur Tengah antara Qatar dan Arab Saudi hampir menemui jalan buntu.

Menlu Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani menilai Tillerson tak mungkin menyelesaikan krisis antara negaranya dan empat negara yang dipimpin Arab Saudi hanya dalam sehari. Pernyataan Al-Thani menunjukkan betapa serius krisis diplomatik itu. Dalam kunjungan ke Turki, kemarin, Al-Thani menegaskan akan terus bekerja sama dengan Amerika Serikat (AS) dan Kuwait untuk mencari solusi dari krisis ini.

Nada pesimistis justru muncul dari Tillerson. Ia tidak menjanjikan segera mendapatkan solusi atau terobosan baru dalam memediasi krisis di Timur Tengah. Ia hanya menyampaikan rasa opimistis bahwa kedua negara akan segera bertemu untuk membicarakan krisis ini.

Qatar dan Arab Saudi dalam waktu hampir bersamaan mengikat perjanjian pembelian senjata dari AS bernilai miliaran dollar AS. Wajar jika AS berupaya mencarikan solusi krisis ini.

Uni Emirat Arab (UAE), Mesir, Bahrain, dan Arab Saudi menuduh Doha membantu pendanaan pelaku teror dan menjalin hubungan terlalu erat dengan Iran. Mereka memboikot Qatar sejak 5 Juni lalu. Tidak hanya itu, dalam surat kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Menlu UAE menuduh televisi milik Pemerintah Qatar, Al Jazeera, menyebarkan kebencian dan anti-Semitis. Dalam surat yang dipublikasikan Rabu lalu oleh media resmi UAE, Al Jazeera dituduh menyiarkan khotbah pemimpin Ikhwanul Muslimin, Yusuf Qardawi, dan pidato Osama bin Laden.

Penyelesaian yang berlarut-larut ini tak hanya membuat suasana di kawasan tegang, bahkan buat sebagian orang sulit dimengerti. Namun, yang harus diingat, bahwa dengan Al Jazeera, Qatar telah dianggap sebagai inspirator Musim Semi Arab, mulai dari Tunisia hingga Bahrain, meskipun dapat digagalkan. Wajar jika dari ke-13 tuntutan Arab Saudi dan kawan-kawan, pembubaran Al Jazeera menjadi salah satu syarat perbaikan kembali hubungan mereka.

Sampai kapan krisis ini akan berlangsung, hal itu masih sulit diprediksi. Sebagai negara merdeka, Qatar akan kesulitan memenuhi 13 tuntutan yang diajukan Arab Saudi karena seperti pembubaran Al Jazeera dianggap sebagai intervensi kepentingan nasional Qatar.

Kita ingin melihat upaya AS menyelesaikan krisis ini karena jika ini terus berkelanjutan akan memunculkan ketegangan baru di kawasan. Sebagai negara pionir demokrasi, AS tidak mungkin memaksakan Qatar menutup Al Jazeera. Sebaliknya, AS tidak mungkin juga membiarkan Arab Saudi terperosok ke dalam ketegangan baru setelah keterlibatannya di Yaman.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Juli 2017, di halaman 6 dengan judul "Menunggu Peran Damai AS".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger