Pada Rabu (7/6), Presiden Joko Widodo melantik kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila bersama Dewan Pengarah yang terdiri dari sembilan tokoh nasional.
Besar ekspektasi publik terhadap lembaga baru di bawah Presiden ini mengingat nilai-nilai Pancasila terkikis dalam perilaku kebangsaan kita. Ia seolah-olah obat mujarab atas defisit rasa kebangsaan itu. Respons skeptis publik tak bisa pula dihindarkan: Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) akan menduplikasi program Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) yang indoktrinatif oleh BP-7 pada masa Orde Baru. Pancasila akan mentah lagi, direduksi sekadar tumpukan hafalan kognitif dan diajarkan melalui penataran.
Kepala UKP-PIP Yudi Latif dalam wawancara TV menyebutkan, ia ingin menghidupkan kembali pelajaran Pancasila di jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Sebagai pengajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) di level SMA dan tingkat universitas, saya agak heran mendengarnya. PPKn sebagai pelajaran ada sejak Kurikulum 2013 lewat Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013 yang direvisi Permendikbud No 21/2016. Pancasila sudah menjadi mata pelajaran yang ada dalam struktur Kurikulum 2013.
Dalam Kurikulum 2006, pelajaran ini dinamai Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dan memang tak eksplisit memuat Pancasila sebagai acuan dan pelajaran tersendiri. Pancasila direduksi hanya sebagai salah satu bagian kompetensi dasar belaka, khususnya di jenjang SMA/SMK. Kekeliruan itu kemudian diluruskan dalam struktur Kurikulum 2013.
Pertanyaan kemudian, masihkah relevan mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila dihidupkan kembali? Jika UKP-PIP menginginkannya, tentu ini akan berdampak secara luas dan rumit di struktur Kurikulum 2013. Apalagi, dengan "memaksakan" masuk dan segera diajarkan di tahun ajaran 2017/2018, Juli ini. Ambisius dan mengada-ada.
Jika ingin membenahi rasa kebangsaan kita, UKP-PIP bisa merumuskan bagaimana pendekatan dan strategi yang jitu menanamkan dan menghidupkan nilai/butir Pancasila di semua kelompok masyarakat. Caranya: tidak menduplikasi P-4. Ini peluang besar bagi UKP-PIP berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menawarkan model baru bagi guru PPKn dalam membumikan kembali Pancasila.
Inilah sesungguhnya peluang strategis UKP-PIP sekarang dan nanti. Selamat bekerja.
SATIWAN SALIM
GURU PPKN LABSCHOOL JAKARTA/PENGURUS ASOSIASI PROFESI PPKN INDONESIA/AP3KNI
Pancasila: antara Kata dan Perbuatan
Pembentukan UKP-PIP, lembaga pembinaan Pancasila, oleh Presiden Jokowi patut mendapat dukungan penuh siapa saja yang mengaku bangsa Indonesia. Sebabnya, akhir-akhir ini, nilai-nilai Pancasila mulai tergerus oleh paham sempit kelompok yang ingin memecah keutuhan NKRI.
UKP-PIP ditujukan kepada siapa? Apabila hanya untuk rakyat biasa, siswa, dan mahasiswa, berarti diskriminatif. UKP-PIP harus disertai penegakan hukum yang tegas dan maksimal.
Penyelenggara negara, penegak hukum, dan elite politik banyak terbukti korupsi. Maka, sebelumnya, mereka mesti jadi sasaran pembumian Pancasila sam- pai ke sanubari, apalagi jika sudah terbukti korupsi! Rakyat kecewa dengan vonis ringan kasus korupsi puluhan atau ratusan miliar rupiah dibandingkan dengan vonis 10 tahun pencuri cacing di kawasan hutan lindung.
Sudah lama tingkat kepercayaan rakyat turun terhadap kinerja DPR. DPR sibuk bela diri dalam proses hukum KTP-el dan membentuk panitia untuk hak angket atas keberadaan KPK.
Terbentuknya UKP-PIP mensyaratkan bahwa pembenahan mesti menyeluruh, termasuk di setiap lembaga negara.
JOSEPH WILLYNO
TAMAN MALAKA BARAT E 1, JAKARTA TIMUR
Sudah Diselesaikan
Sehubungan dengan surat pembaca mengenai uji coba Bolt oleh George Setiadi di Kompas (7/6), kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi.
Tim kami sudah konfirmasi kepada yang bersangkutan pada 2 Juni lalu dan memberi solusi yang dapat diterima dengan baik oleh Bapak George. Beliau menyatakan masalah ini telah selesai.
LILIES SURJONO
KEPALA KOMUNIKASI PEMASARAN PT LINK NET TBK
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Juli 2017, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar