Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 02 Agustus 2017

Hak Ulayat Masyarakat Adat//Mari Belajar Berendah Hati//Untuk PT KAI dan PT Commuterline (Surat Kepada Redaksi Kompas)

Hak Ulayat Masyarakat Adat

Sesuai dengan bunyi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (khususnya Pasal 3 dan Pasal 5 mengenai hukum adat dan hak ulayat masyarakat hukum adat), sebenarnya hak ulayat masyarakat yang berada pada kawasan hutan negara berupa perkampungan, hutan hak, areal pertanian bersama/komunal, dan sebagainya perlu diakui oleh daerah. Caranya dengan menuangkannya ke dalam peraturan daerah.

UU Pokok Agraria itu ditindaklanjuti dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Permendagri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Akan tetapi, dalam mengakui dan melindungi itu, terkesan masih ada keengganan. Barangkali ada kekhawatiran akan muncul konflik di tengah masyarakat serta masyarakat hukum adat tidak siap mengelolanya.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 tentang hutan adat yang merupakan bagian hutan hak belum diatur dalam Permenhut Nomor P26/Menhut-II/2005. Kiranya ini menjadi angin segar untuk menambah kekuatan agar pengaturan pengakuan dan perlindungan hak ulayat masyarakat hukum adat ini di Nusantara segera terwujud.

JAUBAT HARIANJA, JALAN DR HADRIANUS SINAGA, KELURAHAN PINTU SONA, KECAMATAN PANGURURAN, KABUPATEN SAMOSIR, SUMATERA UTARA

Mari Belajar Berendah Hati

Saya tidak memilih Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan, karena itu, jelas bukan pendukungnya. Walau kasusnya telah berlalu, ada hal penting yang tetap perlu diingat.

Saya menaruh empati tatkala belum lama ini Ahok menyatakan tidak banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang menghukumnya 2 (dua) tahun penjara. Ahok menerima putusan tersebut.

Artinya, Ahok tidak ingin peristiwa ini terus berlarut. Ia paham, pernyataannya di Pulau Seribu yang menyinggung Surat Al-Maidah—satu surat dalam kitab suci Al Quran—telah bergulir cepat dan menimbulkan kesangsian adanya sikap toleransi antar-agama di negeri ini.

Penerimaan Ahok atas putusan pengadilan, menurut saya, amat signifikan. Ia bernuansa subyektif dan obyektif. Di samping untuk kepentingannya pribadi sebagai subyek hukum, pengakuan Ahok membawa pesan agar kita, terutama pejabat, harus rendah hati, jangan sombong, atau orang Medan bilang "jangan lantam".

Dalam agama apa pun diajarkan agar umat selalu rendah hati atau yang, dalam Islam, disebut tawadhu. Itu artinya kalau kita beragama Islam, janganlah singgung-singgung Injil atau kitab suci agama lain. Sebaliknya, kalau kita tidak Islam, jangan usik-usik Al Quran.

Ahok telah menerima putusan hakim dengan implikasi moral yang luas. Jadi, terutama untuk para pejabat, marilah kita belajar berendah hati.

A ZEN UMAR PURBA, PROGRAM PASCASARJANA FHUI, SALEMBA, JAKARTA

Untuk PT KAI dan PT Commuterline

Terima kasih kepada manajemen PT KAI dan PT Commuterline yang terus-menerus meningkatkan keamanan dan kenyamanan penumpang.

Satu masukan dari kami para penumpang: tingkatkan kemudahan bagi penumpang yang berpindah dari kereta jarak jauh ke kereta rel listrik (KRL). Demikian sebaliknya.

Sekarang ini penumpang yang turun dari kereta jarak jauh, misalnya di Stasiun Jatinegara, harus keluar dari stasiun dulu apabila hendak melanjutkan perjalanan dengan naik KRL. Dapat dibayangkan betapa penumpang repot jika turun hujan dan atau penumpang tersebut membawa anak-anak.

Pengadaan loket penjualan karcis KRL dan semacam dummy gate di bagian dalam stasiun tentu akan sangat memudahkan penumpang yang akan berpindah dari kereta jarak jauh ke KRL.

Sebaliknya, jika penumpang akan berpindah dari KRL ke kereta jarak jauh, seperti di Stasiun Senen, alangkah baik jika yang bersangkutan tidak harus keluar dari stasiun. Hal ini dapat diatur dengan dibuatkan fasilitas cetak karcis dan di sana disiagakan petugas pemeriksa karcis di dalam stasiun.

Dalam kasus lain, tentu penumpang harus keluar dulu dari stasiun jika yang bersangkutan belum membeli karcis kereta jarak jauh secara daring atau dari mitra PT KAI.

Demikian masukan kami sebagai pencinta angkutan kereta api. Terima kasih atas perhatian pengelola kereta di Tanah Air.

HANDJONO SUWONO, JALAN BINTARO RAYA TENGAH, TANGERANG SELATAN, BANTEN

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Agustus 2017, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger