Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 04 Agustus 2017

TAJUK RENCANA: ”Bancakan” Dana Desa (Kompas)

Publik geram mendengar dana desa dijadikan "bancakan" oleh oknum-oknum pemerintah di daerah. Perlu langkah efektif untuk mencegahnya.

Seiring dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, aliran dana pemerintah pusat ke desa mengalir cukup besar. Dialokasikan dana sebesar Rp 60 triliun untuk disalurkan ke 74.954 desa di Tanah Air. Sejak awal, rencana itu sudah memunculkan kekhawatiran tentang pengelolaan dana desa tersebut. Sejak awal juga sudah muncul perkiraan dana besar yang mengalir ke desa, tanpa persiapan sistem, sumber daya manusia dan budaya kerja, berpotensi disalahgunakan.

Penangkapan Bupati Pamekasan Achmad Syafii Yasin, Kepala Inspektorat Pamekasan Sutjipto Utomo, Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudy Indra, dan Kepala Desa Dasok Agus Mulyadi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi mengorfimasi adanya "bancakan" dana desa.

Seperti diberitakan harian ini, Sutjipto ditangkap KPK setelah menyerahkan uang Rp 250 juta kepada Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudy Indra. Uang itu dimaksudkan untuk mengamankan perkara penyelewengan dana desa yang hendak ditangani kejaksaan. Janganlah berpendapat uang Rp 250 juta adalah kecil. Yang namanya korupsi tetaplah korupsi! Di tengah tekanan politik yang dihadapinya melalui Panitia Angket, KPK tetap punya tugas untuk mengungkapnya sampai tuntas.

Modus itu membuat publik geram. Dana desa diselewengkan, penyelewengan itu coba ditangani kejaksaan, tetapi kepala kejaksaannya pun ikut "dibeli" dengan dana desa. Menurut catatan Indonesia Corruption Watch, sudah ada sembilan jaksa tersangkut kasus dalam penanganan perkara. Pernyataan Jaksa Agung Prasetyo yang mempersilakan KPK mengusut adalah pernyataan normatif. Perlu ada perubahan kinerja dari aparat kejaksaan yang terjerat kasus korupsi. Mengapa itu bisa terjadi dan terus berulang.

Kembali ke soal dana desa, pemerintah harus betul-betul menyiapkan sistem untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dana tersebut. Ruang korupsi haruslah ditutup dengan sistem yang lebih transparan. Korupsi merupakan fungsi dari keinginan aparat untuk mengambil uang negara dan terbukanya peluang untuk melakukan korupsi. Ruang pengawasan harus dibuka seluas mungkin.

Ruang terjadinya korupsi haruslah ditutup dengan sistem yang transparan dan akuntabel. Pendampingan terhadap aparat di desa diperlukan agar birokrat/aparat desa bisa memanfaatkan dana desa untuk kepentingan yang bisa menggerakkan ekonomi pedesaan dan bukan untuk kepentingan pribadi kepala desa. Tanpa ada pendampingan, mengalirnya dana desa bisa salah sasaran.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Agustus 2017, di halaman 6 dengan judul ""Bancakan" Dana Desa".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger