Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 03 Agustus 2017

TAJUK RENCANA: Butuh ”Panglima” Perangi Narkoba (Kompas)

Ancaman narkotika bagi bangsa ini kian nyata. Namun, upaya untuk memerangi peredaran narkotika masih terkesan penuh dengan retorika.

Selama tiga hari, harian ini menulis soal ancaman narkotika. Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polri tak mungkin sendirian memerangi peredaran narkotika. Kita apresiasi langkah BNN dan Polri yang terus mengungkap peredaran narkotika. Dibutuhkan "panglima" untuk mengoordinasikan perang terhadap narkotika melalui pendidikan, pencegahan, dan penindakan; terhadap bandar, pengedar, dan pengguna narkotika.

Semua aspek itu harus serentak dilakukan. Pendidikan dalam keluarga, di sekolah harus bisa mengenalkan bahaya narkotika. Perlu ada edukasi menyeluruh terhadap generasi muda untuk berani mengatakan tidak terhadap narkotika. Jalur pendidikan merupakan bagian pencegahan untuk menghindarkan generasi muda dari narkotika.

Aspek penindakan tak kalah pentingnya. BNN dan Polri tak mungkin sendirian memberantas narkotika. Penindakan pengedar narkotika membutuhkan penyesuaian aturan dari kementerian kesehatan untuk menyempurnakan aturan soal jenis narkotika. Banyak narkotika jenis baru yang masuk ke Tanah Air, tetapi belum tercantum dalam aturan yang bisa menjeratnya. Laboratorium yang dimiliki BNN tidak mampu mendeteksi narkotika jenis baru.

Kesamaan persepsi dari polisi, jaksa, hakim, dan advokat, serta petugas lembaga pemasyarakatan, termasuk pemerintah, diperlukan untuk memerangi narkotika. Narkotika adalah bisnis menggiurkan. Kekuatan uang yang ada di balik jaringan bisnis narkotika bisa membeli semuanya. Tak heran apabila lembaga pemasyarakatan menjadi tempat aman untuk mendistribusikan narkotika. Diperlukan peta jalan untuk mengatasi narkotika.

Kita perlu belajar dari sejarah pemberantasan narkotika yang tetap dalam kondisi darurat narkoba sejak 1971 sampai 2017. Presiden Abdurrahman Wahid menekankan pemberantasan narkotika melalui pendidikan, Presiden Megawati Soekarnoputri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan Presiden Joko Widodo punya kebijakan memberikan hukuman maksimal dan tidak memberikan grasi. Jika pidato presiden tersebut dirumuskan dalam satu kebijakan pencegahan peredaran narkotika, niscaya Indonesia tidak terus-menerus dalam kondisi darurat narkotika.

Diperlukan "panglima" untuk mengorkestrasi kementerian guna memerangi narkotika dan merumuskan kampanye mencegah bangsa ini hancur karena narkotika. Apakah presiden yang menjadi "panglima" atau memberikan tugas khusus kepada menteri koordinator untuk merumuskan peta jalan narkotika, tergantung pada presiden. Bangsa ini tidak boleh berada dalam situasi darurat narkotika terus-terusan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Agustus 2017, di halaman 6 dengan judul "Butuh "Panglima" Perangi Narkoba".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger