Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 07 Agustus 2017

TAJUK RENCANA: Menjelang 50 Tahun ASEAN (Kompas)

Lima puluh tahun lalu, Filipina Indonesia, Thailand, Singapura, dan Malaysia menandatangani Deklarasi Bangkok. Sejak saat itu, berdirilah ASEAN.

ASEAN lahir ketika dunia masih dilingkupi oleh suasana Perang Dingin, pertarungan antara blok Barat (dipimpin Amerika Serikat) dan blok Timur (dikomandani Uni Soviet). Waktu itu, 8 Agustus 1967, adakah yang membayangkan akan seperti apa ASEAN, 50 tahun mendatang? Tak ada yang menduga Perang Dingin berakhir, setelah Uni Soviet runtuh, komunisme bangkrut dan mati.

Kini, 50 tahun kemudian, ASEAN menjadi organisasi regional yang bisa menjadi model menyatukan negara— kini 10 negara—yang sangat beragam dalam satu wadah. Dari sisi agama, di negara ASEAN amat beragam: Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, Tao, Konfusian, dan lainnya. Jumlah penduduknya beragam pula. Indonesia paling banyak, sekitar 261 juta jiwa, dan Brunei sekitar 450.000 jiwa. Pendapatan per kapitanya ada yang tinggi dan yang rendah, yakni Singapura sekitar 52.960 dollar AS per tahun dan Laos sekitar 2.353 dollar AS per tahun.

Dalam keragaman seperti itu, ASEAN hidup dan berkembang. Banyak tantangan yang harus dihadapi, baik intern maupun ekstern. Semula ada yang memperkirakan umur ASEAN tak lama. Namun, ternyata ASEAN bisa mengatasi berbagai persoalan itu dan bertahan hingga kini. Orang pun menyebut ASEAN adalah sebuah "mukjizat".

Banyak faktor membuat ASEAN bisa bertahan. Sikapnya yang antikomunis menjadi satu faktor yang memperkuat persatuan. Kuatnya pemimpin, seperti Soeharto, Mahathir Mohamad, Lee Kuan Yew, dan Ferdinand Marcos, adalah faktor lain yang memberi kekuatan. Artinya, kepemimpinan menjadi amat penting. Masa itu, apabila ada persoalan, cukup pemimpin itu saling menelepon dan persoalan pun selesai. Faktor lain yang menjadi kekuatan ASEAN adalah budaya konsultasi dan konsensus, musyawarah dan mufakat. Budaya ini yang menjadi pengikat negara anggota hingga kini. Budaya inilah salah satu sumbangan besar dari Indonesia bagi ASEAN.

Setelah 50 tahun, zaman berubah, persoalan dan tantangan pun berbeda. Tantangan paling nyata adalah sengketa di wilayah Laut China Selatan, yang bisa membuat perpecahan, serta persaingan geopolitik antara AS dan China yang juga bisa mengganggu kohesi ASEAN.

ASEAN harus melakukan perubahan, termasuk perlunya kepemimpinan yang kuat, penyederhanaan pengambilan keputusan, mempertahankan tradisi konsolidasi, serta membangun mindsetbaru sesuai dengan kebutuhan dan tantangan zaman. Dengan demikian, ASEAN akan mampu melanjutkan langkahnya memasuki 50 tahun kedua, di tengah zaman dan dunia yang terus berubah.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Agustus 2017, di halaman 6 dengan judul "Menjelang 50 Tahun ASEAN".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger