Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 09 Agustus 2017

TAJUK RENCANA: Negosiasi adalah Keharusan (Kompas)

Keengganan Amerika Serikat berdialog sebelum Korea Utara menghentikan program nuklir mempertegas konflik yang terjadi di Semenanjung Korea.

Korut melawan kecaman dunia dengan dua uji coba peluncuran rudal balistik antarbenua Hwasong-14 pada Juli, yang terakhir dikonfirmasi bisa mencapai daratan AS. Kehilangan kesabaran, AS dan sekutunya menyusun resolusi berisi sanksi yang jauh lebih keras terhadap Korut.

Akhir pekan lalu, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa secara bulat menyetujui Resolusi 2371. Resolusi ini memperluas sanksi yang melarang anggota PBB mengimpor batubara dan besi dari Korut. Sanksi juga melarang impor hasil laut dan penggunaan tenaga kerja Korut di luar negeri. Sanksi ini diperkirakan memukul negeri itu dengan kerugian mencapai 1 miliar dollar AS per tahun.

Di satu sisi, sanksi terbaru DK PBB ini bisa dilihat sebagai kemenangan pertama diplomasi luar negeri pemerintahan Presiden Donald Trump. Setelah misi Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson ke Timur Tengah gagal meredakan konflik kubu Arab Saudi dan Qatar, AS berhasil mengajak Rusia dan China menjatuhkan sanksi lebih keras kepada Korut.

Di sisi lain, efektivitas sanksi ini untuk bisa memaksa Korut menghentikan program nuklir dan rudal masih diragukan. Faktanya, sanksi PBB sebelumnya tidak pernah membuat Korut gentar. Sepuluh sanksi yang dijatuhkan DK PBB sejak Korut menggelar uji ledak nuklir pertama kali pada 2006 tidak mengurungkan niat negeri itu untuk memiliki rudal antarbenua dan hulu ledak nuklir.

Sanksi terakhir bahkan sama sekali tidak dipedulikan Korut. Pyongyang balik mengancam menggelar aksi balasan dengan uji coba nuklir dan rudal lain. Menlu Korut Ri Yong Ho pada ajang Forum Regional ASEAN di Manila juga menegaskan, tak akan pernah membawa program nuklir dan rudal mereka ke perundingan.

Rangkaian sanksi PBB ini bermaksud membawa Korut kembali bernegosiasi setelah mereka menarik diri dari pembicaraan Enam Pihak pada 2009, dengan tujuan akhir agar Korut menghentikan pengembangan nuklir dan rudal. Namun, tekanan itu belum berhasil karena Korut berkeras program itu penting untuk pertahanan diri mereka.

Sikap Korut yang keras kepala mempersulit upaya untuk meredakan konflik di Semenanjung Korea. Padahal, semakin lama konflik ini berlangsung hanya akan membuat Korut semakin percaya diri serta semakin sulit untuk membatalkan program nuklir dan rudal mereka.

Upaya internasional menekan Korut semakin kuat setelah ASEAN turut mengeluarkan pernyataan keras yang mendesak Korut mematuhi resolusi PBB. Namun, sikap tegas memaksakan negosiasi jangan sampai memicu aksi balasan yang lebih merugikan, yang justru mempersulit penyelesaian konflik.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Agustus 2017, di halaman 6 dengan judul "Negosiasi adalah Keharusan".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger