Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 03 Agustus 2017

TAJUK RENCANA: Peringatan Tegas dari Beijing (Kompas)

Sebenarnya pernyataan Presiden China Xi Jinping biasa saja. Ia menyatakan tak akan berkompromi terkait dengan kedaulatan China.

Memang hal seperti itulah yang harus dinyatakan, ditegaskan oleh seorang pemimpin berkaitan dengan keutuhan negara. Presiden Indonesia Joko Widodo pun akan mengatakan hal yang sama apabila berbicara tentang kedaulatan Indonesia, tentang keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Akan tetapi, kalau pernyataan Xi tersebut yang disampaikan berkenaan dengan 90 tahun berdirinya Tentara Pembebasan Rakyat, dihubungkan dengan situasi dan kondisi kawasan—Asia Timur dan Asia Tenggara—pernyataan Xi tersebut barulah memiliki makna lain. Dua hari sebelumnya, Xi, di Zhurihe, Mongolia Dalam, saat parade militer, mengatakan perlunya China membentuk militer kelas dunia yang mampu mengalahkan semua musuh yang menyerang dan setia pada Partai Komunis China.

China sadar betul bahwa kawasan Asia Timur merupakan kawasan tempat terjadinya pergeseran kekuatan yang memiliki implikasi strategis dalam konteks hubungan antarnegara. Dari waktu ke waktu pergeseran pusat gravitasi ekonomi-politik dunia ke Asia Timur dari Barat semakin terasa dan nyata.

Melihat situasi dan kondisi seperti itu, tidak ada pilihan bagi China, sebagai kekuatan ekonomi besar, untuk terus mengonsolidasikan diri menjadi kekuatan besar. China tidak hanya ingin menjadi kekuatan besar di Asia Timur, tetapi juga di tataran global secara ekonomi, politik, dan militer. China keluar kandang. Artinya, tidak hanya di kawasan Asia Timur, tetapi bahkan masuk ke Samudra Hindia hingga Afrika. Ini yang antara lain memicu persaingan dan ketegangan antara China dan India.

Dalam konteks seperti itulah pernyataan Xi di Zhurihe dan Beijing menjadi sangat sarat makna. Di kawasan Asia Timur-Tenggara, China memiliki kepentingan di perairan Laut China Selatan yang menjadi sumber sengketa dengan sejumlah negara anggota ASEAN, misalnya Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Filipina. Beijing mengklaim lebih dari 95 persen Laut China Selatan, dan mengandalkan kawasan tersebut, sebagai pemasok 85 persen impor minyak mentah China. Inilah jalur perdagangan lautnya.

Dengan pernyataan di Beijing dan Zhurihe tersebut, China mempertegas sikapnya, untuk mempertahankan kawasan tersebut, klaimnya atas kawasan itu. China juga punya masalah dengan Jepang berkaitan dengan sengketa atas Pulau Senkaku (Jepang) atau Diaoyu (China). Di bagian lain, ada kasus Himalaya, juga dengan India.

Dalam konteks inilah kiranya kita membaca pernyataan Presiden Xi. Pernyataan itu menegaskan bahwa masalah Laut China Selatan akan terus berkepanjangan, dan tentu akan memengaruhi stabilitas dan perdamaian kawasan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Agustus 2017, di halaman 6 dengan judul "Peringatan Tegas dari Beijing".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger