Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 12 Agustus 2017

TAJUK RENCANA: Perlombaan Senjata di Asia Tenggara (Kompas)

Apakah penawaran sistem pertahanan udara oleh China kepada Malaysia bisa dikatakan indi- kasi awal terjadinya pacuan sen- jata di kawasan Asia Tenggara?

Menurut berita yang beredar, China menawari Malaysia sistem pertahanan berupa peluncur roket canggih dan sistem radar. Pada saat yang bersamaan tersiar pula berita bahwa Jepang akan memberikan bantuan suku cadang militer kepada Filipina.

Apakah kedua berita itu—seperti ditulis di atas—merupakan indikasi awal terjadinya pacuan senjata di kawasan Asia Tenggara? Secara teoretis, pacuan senjata memiliki beberapa karakteristik. Dua di antaranya adalah peningkatan anggaran pertahanan dan modernisasi militer secara cepat.

Tidak bisa dimungkiri bahwa sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara—Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan juga Vietnam—memodernisasi kekuatan militer mereka. Bahkan sekurang-kurangnya sejak 2010, pembangunan kekuatan militer sudah menjadi berita.

Jurnal Contemporary Southeast AsiaVolume 32, Nomor 1 (2010), halaman 50-69, menuliskan Singapura baru saja membeli (waktu itu) pesawat tempur F-15 dari AS, sementara Malaysia dan Indonesia membeli Su-30s dari Rusia, Thailand memesan sejumlah Gripens dari Swedia. Singapura dan Malaysia membeli kapal selam. Vietnam menandatangani kontrak pembelian kapal selam dari Rusia.

Sebelumnya, tahun 2002, Malaysia memesan 63 tank tempur dari Polandia. Singapura (2007) membeli hampir 100 tank Leopard-2 bikinan Jerman. Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand memesan kendaraan pengangkut personel bersenjata modern, baik dari dalam maupun luar negeri. Singapura menandingi Malaysia membeli peluncur roket multiple (MLR) ASTROS-II dari Brasil.

Ada banyak penyebab mengapa negara-negara di kawasan Asia Tenggara memodernisasi dan memperkuat angkatan bersenjata mereka. Kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur, beberapa tahun terakhir, tidak hanya semakin dinamis baik secara ekonomi maupun politik, tetapi juga semakin tegang karena sengketa kawasan yang terjadi di perairan Laut China Selatan.

Ada sengketa wilayah antara China dan sejumlah negara ASEAN (Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Brunei). Ada pula saling klaim di Zona Ekonomi Eksklusif di Laut China Selatan. Selain itu, ada pula persoalan perbatasan di antara negara-negara ASEAN.

Meningkatnya kehadiran angkatan bersenjata China di Laut China Selatan telah memancing kehadiran AS. Selain itu, masih banyak hal lain—termasuk ketegangan di Semenanjung Korea—yang mendorong negara-negara di kawasan meningkatkan kekuatannya, Tentu, kita berharap pacuan senjata itu tidak akan merusak kesatuan ASEAN yang bisa terpelihara selama 50 tahun terakhir.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Agustus 2017, di halaman 6 dengan judul "Perlombaan Senjata di Asia Tenggara".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger