Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 08 Agustus 2017

TAJUK RENCANA: Tantangan 50 Tahun ASEAN (Kompas)

Kendati lebih belakangan jadi fokus perhatian dibandingkan dengan kerja sama bidang politik dan strategis, kerja sama ekonomi tak kalah penting di ASEAN.

Jika mau jujur, kerja sama ekonomi dan perdaganganlah yang membuat ASEAN kini menjadi kawasan dan lingkungan strategis paling dinamis di dunia. Terlepas dari pasang surut yang terjadi, ASEAN, setelah 50 tahun, kian teruji dan mengukuhkan diri sebagai kawasan pertumbuhan tercepat dan motor utama pertumbuhan global, bersama emerging economies Asia lain, seperti China dan India.

Dalam 50 tahun usianya, barangkali capaian paling spektakuler ASEAN adalah di bidang kerja sama ekonomi dan perdagangan, dengan diwujudkannya integrasi ekonomi melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015, sebagai kelanjutan dari pembentukan ASEAN sebagai kawasan perdagangan bebas AFTA yang dirintis sejak 1993.

ASEAN salah satu organisasi kerja sama regional paling berhasil di dunia. Dari kawasan dunia ketiga yang penuh diwarnai konflik, instabilitas, saling curiga, dan ketidakpastian pada 1967, kawasan ini terus membuka diri, jadi pemain penting dalam perdagangan, investasi, dan ekonomi global.

Perdagangan intrakawasan kini menyumbang 25 persen dari total perdagangan ASEAN dan ASEAN menjadi salah satu tujuan investasi paling menarik di dunia.

Sebagai satu kesatuan kawasan, ASEAN juga kekuatan yang tak bisa dipandang sebelah mata. ASEAN adalah perekonomian ketujuh terbesar dunia pada 2014 dan diprediksi menjadi kelima terbesar pada 2050, angkatan kerja terbesar ketiga setelah China dan India, dan total penduduk melampaui Uni Eropa dan Amerika Utara.

Namun, kita juga mencatat, perjalanan 50 tahun dan status sebagai kawasan pertumbuhan tercepat dunia tiga dekade lebih terakhir belum sepenuhnya mampu mengatasi persoalan-persoalan mendasar kawasan di bidang sosial ekonomi. Termasuk disparitas dan ketimpangan lebar dalam tingkat pembangunan antarnegara anggota dan juga problem demografi, kemiskinan, dan pengangguran.

Bahkan, Indonesia sebagai salah satu pendiri dan perekonomian terbesar juga masih harus bergulat dengan berbagai ketertinggalan dari saudara-saudaranya di ASEAN, termasuk dari negara yang baru bergabung belakangan.

Belajar dari kegagalan Uni Eropa, ASEAN harus mampu mengatasi polarisasi kepentingan yang terjadi antarnegara anggota agar bisa menapaki 50 tahun berikutnya lebih solid, lebih kuat, dan lebih berdaya tahan dari setiap gempuran yang mengancam eksistensinya.

Bukan itu saja. Dewasa ini ASEAN juga dihadapkan pada situasi kurang kondusif global seperti pelambatan ekonomi, stagnannya pertumbuhan perdagangan, dan meningkatnya sentimen proteksionisme serta terancam kolapsnya sejumlah aliansi kerja sama multilateral. Bagaimana ASEAN mampu menghadapi semua itu, akan menjawab apakah ASEAN akan tetap relevan di mata negara anggota ataupun mitra dialognya.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Agustus 2017, di halaman 6 dengan judul "Tantangan 50 Tahun ASEAN".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger