Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 12 September 2017

Akar Keterpurukan Indonesia//Meriah-Khidmat HUT RI di Istana//Guru Pensiunan Menggugat PT CPI (Surat Kepada Redaksi Kompas)

Akar Keterpurukan Indonesia

Keterpurukan di SEA Games 2017 telah membuat Presiden Jokowi memerintahkan evaluasi besar-besaran dunia olahraga Indonesia. Kebijakan ini tepat, tetapi Presiden juga harus menyadari: akar permasalahan ini jauh lebih dalam dari sekadar pelatnas yang tidak efektif.

Sistem pendidikan nasional merupakan akar dari turunnya prestasi Indonesia. Tak hanya dalam hal olahraga, juga dalam bidang lain, seperti kesenian dan bahasa.

Materi sekolah yang berat dan jam belajar yang panjang membuat anak sulit mengembangkan bakat non-akademis. Walau akhir pekan dapat digunakan untuk pengembangan bakat, semua pengajar tahu persis bahwa mempelajari apa pun akan lebih efektif apabila dilakukan sedikit-sedikit, tetapi sering. Berlatih olahraga atau seni akan lebih efektif apabila dilakukan tiga kali seminggu selama dua jam misalnya, daripada hanya satu kali tetapi enam jam. Kegiatan ekstrakurikuler pun bukan solusi terbaik karena kenyataannya sangat sedikit sekolah yang betul-betul menggarap program tersebut.

Beban akademis yang demikian besar juga membuat orangtua tak rela anaknya mementingkan prestasi non-akademis. Orangtua di Indonesia lebih rela anaknya ikut bimbingan belajar karena akademis dianggap satu-satunya jalan meraih sukses.

Akibatnya, bakat terpendam anak Indonesia terus terkubur dan tidak terasah. Oleh karena itu, mohon Presiden dan pemerintah mengevaluasi semua masalah keterpurukan Indonesia sampai ke akarnya. Bukan hanya dunia olahraga, sistem pendidikan nasional pun harus dievaluasi.

SINTA DEWI R

APARTEMEN GRAND ITC PERMATA HIJAU B-12A-03, JALAN LETJEN SOEPENO, KEBAYORAN LAMA, JAKARTA SELATAN

Meriah-Khidmat HUT RI di Istana

Menyaksikan peringatan detik-detik Proklamasi dan pengibaran bendera Merah Putih di Istana (yang pernah saya kunjungi ikut almarhum suami, wartawan Antara tugas di Istana untuk meliput "Malam Kesenian" sekitar tahun 1962), walau lewat layar TV, hati ini gregel-gregel. Trenyuh, terharu, dan bangga.

Kedua mata saya pun basah oleh air mata. Peragaan busana adat tidak dicatwalk, tetapi di seluruh sudut dan ruangan Istana. Itulah pelangi Nusantara. Gagasan cemerlang Presiden Jokowi.

Dirgahayu Indonesiaku, genggam erat Pancasila, NKRI harga mati. Kagem Pak Jokowi dan Pak Jusuf Kalla, mugi-mugi kaparingan kawilujengan. Merdeka!

TUTI SUGIARTA SRIWIBAWA

JALAN NIPAH XV NO 5, KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN

Guru Pensiunan Menggugat PT CPI

Ketika memberikan kuliah umum di ITB, tiga tahun lalu, Bapak Albert Simanjuntak selaku Direktur Utama PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) dengan bangga menyebutkan bahwa PT CPI selain mengeksplorasi minyak di Riau juga mendirikan sekolah untuk anak karyawan. Petinggi Chevron atau Caltex sebelumnya, Bpk Julius Tahija dan Bapak Haroen Alrasyid, juga mengatakan hal yang relatif sama. Pimpinan dan mantan pimpinan PT CPI ini adalah orang yang cukup peduli pada dunia pendidikan.

Namun, tahukah Pak Albert bahwa kini guru di sekolah-sekolah yang didirikan PT CPI, yang dikenal sebagai Yayasan Pendidikan Cendana, sekarang mengalami masalah serius. Terlepas dari adanya PHK terhadap 140 guru pada dua bulan lalu, juga masalah pesangon terhadap 86 guru pensiunan Yayasan Pendidikan Cendana yang akan beperkara di pengadilan di Pekanbaru.

Masalahnya, dana pensiun kami yang sudah dibuat dan berjalan dengan baik diubah pengurus berikutnya tanpa sosialisasi. Hitung-hitungan pesangonnya tidak masuk akal. Kami merasa dirugikan.

Sebelumnya, sudah ada kesepakatan damai dengan Pak Haris Djauhari, salah satu petinggi Chevron di Rumbai, yang notabene adalah pengurus Yayasan Pendidikan Cendana. Dia menjanjikan menambah kekurangan yang sesuai hak kami. Namun, karena Pak Djauhari pensiun, pengurus pengganti mengubah kesepakatan yang juga disaksikan pimpinan dan anggota Komisi E DPRD Riau.

Apakah Bapak Albert Simanjuntak selaku pemimpin perusahaan besar ini mengetahui masalah itu? Tegakah Bapak menyaksikan guru Yayasan Cendana beperkara di pengadilan untuk mendapatkan haknya, yang tak seberapa bagi perusahaan.

SYAIFUL P

Pensiunan Guru Yayasan Pendidikan Cendana, Riau

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 September 2017, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger