Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 09 September 2017

Dana Konglomerat untuk Indonesia (DATO’ SRI TAHIR)

Aku melihat jasadku dikuburkan ke dalam tanah. Orang- orang yang mencintaiku meninggalkan diriku sendirian di pemakaman.

Tiba-tiba aku merasa berada di suatu taman yang demikian indahnya. Inikah surga, taman firdaus? Secara tak sengaja di tempat itu aku berjumpa sosok seorang konglomerat yang wajahnya tak asing bagiku karena terkenal kedermawanannya kepada sesama umat manusia. Namun, mengapa wajahnya murung dan sedih? Kudekati dan aku pun bertanya kenapa dia bersedih? Ia bercerita tentang perjuangannya memajukan Ibu Pertiwi hingga akhir hidupnya. Berbagai upaya dan usaha telah dilakukan, tetapi ternyata belum cukup membantu pemerintah mempercepat kemajuan Indonesia dan menyejahterakan rakyat.

Lebih lanjut, sang konglomerat mengungkapkan masih terdapat sejumlah persoalan di bumi Nusantara, seperti di bidang pendidikan yang perlu mendapatkan perhatian semua pihak. Antara lain, masih tingginya angka putus sekolah dan jumlah murid yang tak mendapatkan program wajib belajar sembilan tahun serta masih rendahnya kualitas SDM lulusan SMK dan masih terbatasnya anggaran untuk anak-anak berprestasi melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, di dalam atau di luar negeri.

Ia juga prihatin dengan persoalan kesehatan yang masih menyelimuti bangsa Indonesia, di antaranya minimnya infrastruktur dan kurangnya jumlah tenaga kesehatan. Masalah infrastruktur yang kurang merata dan belum memadai kian dipersulit letak geografis Indonesia sehingga fasilitas kesehatan sulit diakses.

Sementara itu, masalah kurangnya jumlah tenaga kesehatan perlu direspons dengan peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga medis yang ditugaskan di daerah terpencil, terluar, dan tertinggal sehingga akses layanan kesehatan lebih merata dan bisa dinikmati seluruh masyarakat. Masalah kesehatan lain adalah mencegah dan mengatasi penyebaran penyakit menular, seperti malaria, TBC, dan HIV/AIDS. Ini semua butuh pendanaan yang besar dan perhatian yang serius oleh pemerintah dan seluruh komponen bangsa.

Persoalan lain, pengembangan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang masih menjadi persoalan rumit dan harus mendapatkan perhatian semua pihak, terutama para pebisnis dan pengusaha terkaya di Indonesia yang telah sukses mengembangkan bisnis dan usahanya selama puluhan tahun. UMKM terbukti menjadi salah satu penopang ekonomi Indonesia ketika krisis ekonomi 1997.

Peran konglomerat

Kendala yang dihadapi UMKM hingga kini antara lain masalah kualitas produk, pembiayaan, serta akses pinjaman melalui bank dan pemasaran. Di sinilah peran para konglomerat Indonesia untuk mengangkat UMKM menjadi besar dan kuat.

Bumi Nusantara yang terletak di Cincin Api selalu mendapat ancaman bencana alam, menghadapi risiko letusan gunung berapi, gempa bumi, banjir, dan tsunami. Di samping itu, ada musim hujan atau kemarau yang ekstrem dan dapat menghancurkan panen sehingga memicu terjadinya kekurangan pangan, inflasi, dan tekanan finansial yang berat bagi masyarakat kurang mampu. Di sinilah peran penting para konglomerat Indonesia untuk mengulurkan tangan, bersatu, bahu-membahu mengatasi dampak yang ditimbulkan.

Andaikan dihidupkan kembali ke dunia (reborn), sang konglomerat bertekad mengajak serta bekerja sama menghimpun dana dengan pebisnis dan pengusaha terkaya di Indonesia. Karena mereka hidup di Indonesia, mereka lahir di Indonesia, mereka mencari makan di Indonesia, mereka berkeluarga dan punya keturunan di Indonesia, sudah sepatutnya juga memiliki kewajiban untuk memberikan sebagian hartanya untuk tanah air tercinta.

Seandainya ada 150 orang terkaya (konglomerat) di Indonesia bisa menyumbangkan 10 persen harta kekayaannya secara sukarela untuk berbagi dan bekerja sama mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi bangsa ini. Dengan jumlah total kekayaan 150 orang terkaya sekitar 1.290 miliar dollar AS, maka 10 persennya adalah 129 miliar dollar AS atau sekitar Rp 172 triliun (jika 1 dollar AS = Rp 13.347).

Dengan dana sebesar itu, diyakini bisa mempercepat pembangunan dan menyejahterakan rakyat Indonesia. Sang konglomerat menilai, mengatasi persoalan bangsa bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan juga konglomerat Indonesia yang telah menikmati manisnya berbisnis di negeri tercinta.

Belum sempat aku bertanya lebih lanjut, tiba-tiba terdengar suara alarm jam berbunyi dengan nyaringnya. Oh, ternyata aku telah bermimpi! Meski aku terbangun dari mimpi, aku tetap berusaha keras sehingga suatu ketika impian itu bisa diwujudkan dalam dunia nyata! Semoga 150 orang terkaya terketuk hatinya menyisihkan 10 persen kekayaannya untuk pembangunan dan menyejahterakan rakyat Indonesia. Semoga. Aamiin.

DATO' SRI TAHIR

Chairman Tahir Foundation

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 September 2017, di halaman 6 dengan judul "Dana Konglomerat untuk Indonesia".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger