Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 11 September 2017

Saracen dan NKRI (M ALI ZAIDAN)

Dalam perspektif hukum pertahanan keamanan, berbagai bentuk gangguan yang dapat menimbulkan ancaman terhadap stabilitas nasional merupakan tanggung jawab semua warga negara untuk menghadapinya.

Dewasa ini gangguan terhadap NKRI dengan memperhatikan karakteristiknya dapat juga dibaca dalam perspektif  ancaman yang bersifat nirmiliter.

Dari sudut pandang yang demikian itu, keterlibatan semua warga negara merupakan keniscayaan. NKRI yang diproklamasikan oleh para pendiri bangsa telah dibangun di atas fundamen keberagaman, yakni untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Upaya mengotak-ngotakkan kepentingan bangsa untuk kepentingan sektoral tertentu pada hakikatnya bertentangan dengan ide proklamasi itu sendiri. Pluralitas adalah landasan dibangunnya negara bangsa Indonesia. Oleh karena itu, kemajemukan merupakan ciri yang melekat pada bangsa ini.

Kegagalan membaca keberagaman dan tujuan pendirian NKRI dapat menimbulkan berbagai anarkisme yang menggoyahkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa. Di atas keberagaman itulah didirikan bangunan Indonesia yang kekal abadi dengan kewajiban semua warga negara untuk mempertahankannya. Demokrasi dalam bingkai the rule of law merupakan cara bangsa Indonesia membangun dirinya di tengah pusaran ideologi negara-negara di dunia untuk tidak hanyut karena mengambil alih begitu saja apa yang disebut dengan demokrasi di negara sekuler merupakan tindakan yang gegabah.

Indonesia dibangun tidak hanya bersandarkan pada nilai-nilai demokrasi, tetapi juga untuk melindungi kepentingan-kepentingan individu dan kelompok secara proporsional. Oleh karena itu, demokrasi bukanlah suatu idiom yang mengatasi nilai-nilai lainnya. Demokrasi hanya dapat tumbuh sehat di atas landasan the rule of law yang kokoh. Dengan perkataan lain, perkembangan demokrasi akan sehat apabila dibangun di atas bingkai negara hukum yang kokoh pula. Artinya, tak dibenarkan perseorangan atau kelompok atas nama demokrasi memaksakan kehendak kepada kelompok lain.

Paradoks demokrasi

Studi yang salah satunya dilakukan Anthony Giddens memandang bahwa pemerintah, parpol yang berkuasa, ataupun kelompok elite kekuasaan telah gagal menghadirkan kesejahteraan bagi warganya. Alih-alih menciptakan kesejahteraan, elite politik justru sibuk berseteru dengan sesamanya dengan menggunakan atribut primordial tertentu sehingga keadilan sosial kian menjauh. Kegagalan menyejahterakan rakyat yang diusung demokrasi demikianlah yang disebut paradoks demokrasi.

Demokrasi yang salah satunya menghendaki partisipasi maksimal warga negara dalam setiap penetapan kebijakan politik kenegaraan telah direduksi sedemikian rupa sehingga menjadi keputusan segelintir oknum untuk memengaruhi pandangan publik yang sebetulnya telah tersekat-sekat dalam kelompok kepentingan sektoral. Kehadiran teknologi informasi yang sejatinya membawa perubahan kualitatif terhadap kualitas SDM Indonesia telah direduksi sedemikian rupa sehingga secara kuantitatif justru menjadi merosot.

Teknologi yang sejatinya merupakan simbol kemajuan peradaban telah menjadi alat yang digunakan untuk merendahkan pihak lain atas nama demokrasi. Pemimpin negara dihujat, pemimpin parpol direndahkan, para penyelenggara negara dilecehkan, dan seterusnya merupakan fenomena yang jamak kita temukan. Pada tingkat akar rumput terjadi berbagai bentuk pelanggaran hukum serta tindak kekerasan dan pemaksaan kehendak yang diselimuti jargon-jargon demokrasi.

Demokrasi seakan sebuah ruangan tempat setiap orang bebas berbuat serta berbicara sekehendak hati tanpa rambu-rambu hukum, etika, dan agama.

Dalam titik tertentu, yang mengemuka justru ujaran kebencian, ungkapan merendahkan, dan sinisme yang merajalela, bahkan menjadi ladang bisnis yang menggiurkan. Media telah digunakan untuk memproduksi berbagai bentuk kebohongan (hoax), sumpah serapah, gibah, dan mengadu domba tanpa kenal ampun kepada siapa yang menjadi sasarannya. Pihak-pihak yang dipojokkan tanpa ampun sungguh-sungguh dinistakan tanpa diberi kesempatan untuk melakukan pleidoi atas perbuatannya. Melalui media, keberingasan telah dipertontonkan serta kanibalisme dan barbarisme tengah berlangsung di jagat maya. Dunia yang sebetulnya virtual menjadi nyata sebagai bentuk ancaman yang bersifat nir militer.

Ancaman disintegrasi

Apabila benar bahwa kelompok yang menamakan dirinya Saracen-begitu juga kelompok lain dengan tujuan yang sama-telah memproduksi kebohongan, fitnah, ataupun adu domba, hal itu jelas merupakan pelanggaran hukum dan ancaman yang harus dihadapi semua komponen bangsa.

Sisi negatif kemajuan teknologi informasi telah menjadi ancaman terhadap integrasi serta dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Negara yang dibangun di atas fundamen kemajemukan berada di atas ancaman kelompok tertentu dengan memanfaatkan kemajuan teknologi.

Tindakan yang dilakukan kelompok yang menamakan dirinya Saracen harus dibaca sebagai upaya mengadu domba dengan cara melakukan hasutan, provokasi agar di antara kelompok-kelompok dimaksud terjadi benturan yang berujung pada tindak kekerasan. Kalau sudah demikian, penegak hukum harus bertindak cepat mencegah korban menjadi nyata. Patroli siber yang telah dilakukan kepolisian harus dilanjutkan dengan tindakan penegakan hukum guna meminta pertanggungjawaban hukum pihak-pihak yang diduga melakukan tindak pidana, termasuk penyedia jasa media sosial dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai tingkat kesalahannya.

Dalam tataran tertinggi, adalah tugas dan tanggung jawab negara dan semua komponen masyarakat untuk memerangi kejahatan yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa demi menjaga keutuhan NKRI.  Negara yang dibangun di atas konsensus nasional tidak boleh kalah menghadapi kelompok minoritas yang mencoba memaksakan kehendaknya. Dan itu semua menjadi tanggung jawab semua.

 M ALI ZAIDAN

Dosen Ilmu Hukum UPN Veteran Jakarta 

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 September 2017, di halaman 7 dengan judul "Saracen dan NKRI".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger