Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 13 September 2017

TAJUK RENCANA: Berharap pada MK (Kompas)

Perhatian publik tersita pada dua tempat yang jadi pusat pemberitaan, yakni Gedung DPR di Senayan dan Gedung KPK di Kuningan.

Senin, dua tempat itu seharusnya menjadi magnet pemberitaan. Sesuai jadwal, Ketua DPR Setya Novanto diperiksa sebagai tersangka di Gedung KPK. Sebelumnya, Sekjen Partai Golkar Idrus Marham mengatakan, Novanto akan hadir ke KPK jika tidak sakit. Perkiraan Idrus benar. Novanto sakit dan tidak hadir. Hari Selasa, sidang praperadilan yang diajukan Novanto mulai disidangkan di PN Jakarta Selatan. Sesuai KUHAP, hakim praperadilan akan memutuskan kasus itu dalam seminggu.

Bersamaan dengan jadwal pemeriksaan Novanto, Komisi III menggelar rapat dengar pendapat dengan KPK sejak Senin hingga Selasa. Pimpinan KPK hadir dalam dengar pendapat. Dengar pendapat itu bercita rasa Panitia Angket. Sejumlah anggota Panitia Angket yang bukan anggota Komisi III ikut bergabung. KPK menolak diundang Panitia Angket DPR karena legitimasi konstitusionalnya masih dipersoalkan di Mahkamah Konstitusi.

Kita hargai sikap KPK yang menghadiri rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR. Kritik yang disampaikan DPR harus menjadi bahan evaluasi dan pembenahan internal terhadap KPK. Meskipun dalam rapat terpisah dengan Jaksa Agung HM Prasetyo, tampak keinginan anggota Komisi III dan Panitia Angket partai pendukung pemerintah yang mendesak Jaksa Agung membuka kembali dugaan keterlibatan penyidik Novel Baswedan dalam kasus penganiayaan pencuri sarang burung walet tahun 2004. Jaksa Agung membuka kemungkinan kasus Novel dibuka lagi.

Dugaan keterlibatan Novel dalam kasus sarang burung walet sempat didrop atas pengaruh Presiden Joko Widodo. Kini, anggota DPR dari partai pendukung pemerintah meminta kasus itu dibuka dan Jaksa Agung mempertimbangkannya. Kondisi ini memunculkan pertanyaan, benarkah Presiden Jokowi dan partai pendukungnya berkomitmen memperkuat KPK atau hanya bermain-main dalam pencitraan politik.

Semangat melemahkan KPK memang terbaca publik muncul dari anggota fraksi pendukung pemerintah, seperti Henry Yosodiningrat yang ingin membekukan KPK meski kemudian dikoreksi Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto. Sementara Presiden Jokowi bermain retorika dengan mengatakan, "Saya tidak ingin KPK dilemahkan."

Di tengah ketegangan antara Senayan dan KPK yang tak kunjung usai, MK sebenarnya bisa mengambil peran. MK bisa memberikan putusan soal keabsahan Panitia Angket sebelum batas waktu Panitia Angket, 28 September 2017. Jika MK ingin mengambil peran untuk menyelesaikan masalah konstitusionalitas, inilah saatnya bagi MK berperan, justru ketika semua pihak tak mau ikut campur.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 September 2017, di halaman 6 dengan judul "Berharap pada MK".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger