Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 14 September 2017

TAJUK RENCANA: Berharap pada Sanksi PBB (Kompas)

Sanksi keras yang dijatuhkan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa menegaskan, dunia tak bisa menerima Korea Utara memiliki senjata nuklir.

Sepuluh hari setelah Pyongyang melakukan uji coba nuklirnya yang keenam, dan yang terbesar, Dewan Keamanan PBB meresponsnya dengan menjatuhkan sanksi baru. Disponsori Amerika Serikat, Dewan Keamanan PBB secara bulat menyetujui sanksi yang terberat dari rangkaian delapan sanksi yang telah dijatuhkan kepada Korut.

Resolusi ini berisi enam poin, yakni membatasi impor minyak Korut, melarang ekspor produk tekstil, tak memperpanjang kontrak pekerja Korut di luar negeri, menekan penyelundupan, menghentikan kerja sama dengan negara lain, serta sanksi pada institusi dan pejabat tinggi Korut.

Tekstil adalah salah satu produk utama Korut yang nilai ekspornya mencapai 750 juta dollar AS. Adapun 93.000 pekerja Korut di luar negeri setiap bulan mengirimkan mata uang asing dalam jumlah besar ke Pyongyang, yang diduga kuat menjadi sumber pendanaan bagi program pengembangan nuklir dan rudal Korut. Pada resolusi sebelumnya, Dewan Keamanan PBB telah melarang impor batubara, besi, dan hasil laut dari Korut.

Meskipun menjadi yang terkeras, usulan resolusi ini sudah diperlunak untuk mendapat persetujuan China dan Rusia. Sebelumnya, AS mengusulkan larangan sepenuhnya impor minyak Korut dan menjatuhkan sanksi langsung kepada Pemimpin Korut Kim Jong Un.

Menurut pandangan Rusia dan China, melarang total impor minyak hanya akan menyengsarakan rakyat Korut dan tidak efektif menghentikan pengembangan senjata nuklir. Pasalnya, militer Korut diduga memiliki cadangan minyak dalam jumlah besar yang membuat mereka dapat terus beroperasi dalam beberapa tahun ke depan.

Dukungan China dan Rusia pada sanksi ini memperlihatkan, kedua negara itu sepakat bahwa Pyongyang sudah melampaui batas. Atau, seperti yang disampaikan Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley, dunia tak bisa menerima Korut yang memiliki senjata nuklir. Setelah rangkaian sanksi sebelumnya dinilai tak bergigi, resolusi terakhir ini diharapkan dapat memaksa Korut untuk menghentikan aksinya dan duduk di meja perundingan.

Namun, apakah sanksi ini efektif? Korut, yang semakin terpojok, bereaksi keras dan mengancam mempercepat program senjata nuklir. Apalagi, AS menolak memberikan imbal balik dengan menghentikan latihan militer bersama AS-Korea Selatan, yang kerap dijadikan alasan oleh Korut untuk melakukan uji coba rudal.

Melihat sikap keras kepada Korut, tampaknya negara itu tak akan berhenti hingga berhasil dan duduk berunding secara setara sebagai negara pemilik senjata nuklir. Karena itu, besar harapan sanksi terakhir ini mampu menekan Korut ke meja perundingan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 September 2017, di halaman 6 dengan judul "Berharap pada Sanksi PBB".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger