Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 20 September 2017

TAJUK RENCANA: Etika Akademik Pendidikan (Kompas)

Tiga kasus pelanggaran etika pendidikan tinggi belakangan ini mengingatkan kita tentang tercorengnya nilai-nilai luhur lembaga pendidikan.

Kita angkat tiga kasus yang terkuak ke permukaan pada Juli-September 2017. Akhir Juli, tim Ombudsman menemukan kasus dugaan plagiasi oleh Rektor Universitas Halu Oleo, Kendari. Tanggal 7 September, Tim Evaluasi Kinerja Akademis Kemristek dan Dikti menemukan keganjilan dalam jenjang pascasarjana Universitas Negeri Jakarta. Tanggal 15 September, Ombudsman merekomendasikan peninjauan kembali jabatan Rektor Universitas Negeri Manado terkait kasus mala-administrasi.

Dalam kehidupan yang serba pragmatis dan mendahulukan hasil, tiga jenis pelanggaran di atas mungkin dianggap biasa. Itulah bagian dari memenangi perang. Namun, dalam lembaga pendidikan yang (seharusnya) menjunjung tinggi etika akademik, pelanggaran ketiganya merupakan aib. Pendidikan karakter yang disuarakan pemerintah belakangan ini ibarat teriakan di padang gurun.

Etika akademik tidak hanya kejujuran, integritas, dan administrasi yang baik, tetapi masih banyak yang lain. Namun, ketiganya merupakan tiga materi pokok etika akademik. Ketiganya merupakan aturan main, rule of conduct masyarakat ilmiah yang pasang-surutnya bergantung pada seberapa jauh ditaati para pengampunya.

 
KOMPAS NEWSPAPERTiga kasus pelanggaran etika pendidikan tinggi belakangan ini mengingatkan kita tentang tercorengnya nilai-nilai luhur lembaga pendidikan.

Andaikan plagiarisme dibiarkan dan pelakunya dibiarkan atau dimaklumi, dampak kerusakan yang ditimbulkan bukan hanya lembaga pendidikan, melainkan juga integritas keilmuan. Plagiarisme merugikan dua pihak: lembaga pendidikan dan disiplin ilmu. Pengurangan jam kuliah menjadi 40 menit per SKS dengan istilah "pemadatan" mengorupsi (membuat lapuk) makna doktor. Serupa pula dalam kasus kesalahan administrasi.

Upaya memperlambat pemberantasan korupsi dengan berbagai kiat, termasuk niat "menumpulkan taring" Komisi Pemberantasan Korupsi, jangan sampai mengarus ke masalah penegakan etika akademik. Ketika seolah-olah berbagai pelanggaran merebak dalam masyarakat, sikap permisif perlu dijauhkan dari praksis lembaga pendidikan.

Saran tindak lanjut disertai niat baik dan hati bersih ini jauh dari pesan sponsor, tetapi semata-mata demi tegaknya etika akademik. Catatan ini demi tegaknya rule of conduct yang perlu dihidupi sivitas akademika, tidak oleh masyarakat umum.

Kita dukung Kemristek dan Dikti terus mengembangkan praksis pendidikan tinggi yang berproses benar, bermutu, dan menjunjung tinggi kejujuran. Testcase yang dibiarkan lewat, ditangani dengan sikap permisif, diselesaikan secara internal-damai, atau dibereskan secara kesatria dan adil demi keluhuran nilai-nilai etika akademik sekaligus membangun kepercayaan publik.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 September 2017, di halaman 6 dengan judul "Etika Akademik Pendidikan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger