Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 11 September 2017

TAJUK RENCANA: Konsistensi Presiden Jokowi (Kompas)

Presiden Joko Widodo menunjukkan konsistensi pernyataannya untuk memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi.

Di sisi lain, Presiden Jokowi juga konsisten tidak mau mengintervensi Panitia Angket DPR untuk KPK yang merupakan domain DPR. Publik menghargai konsistensi pernyataan Presiden itu. Pilihan dan sikap politik Presiden itu sah-sah saja karena faktanya gerilya melemahkan KPK banyak datang dari partai pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla.

Terakhir, anggota Panitia Angket dari PDI-P dari daerah pemilihan Lampung II, Henry Yosodiningrat, mengusulkan pembekuan KPK. Pernyataan Henry itu buru-buru dikoreksi Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto keesokan harinya yang menegaskan, partainya tidak berada dalam posisi membekukan atau membubarkan KPK.

Pansus Angket DPR untuk KPK akan berhadapan dengan rakyat. Nafsu membubarkan KPK atau membekukan KPK akibat kenyamanan elite yang terganggu akan berlawanan dengan kehendak rakyat. Pilihan politik anggota DPR terhadap KPK akan menjadi isu besar yang bisa memengaruhi demokrasi elektoral di pemilu. Cuitan pengamat politik Mochtar Pabottingi di Twitter bisa menjadi salah satu contoh bagaimana warganet bereaksi.

Keinginan Presiden Jokowi memperkuat KPK dalam retorika, tetapi berbeda dalam realitas. Perintah Presiden untuk mengungkap tuntas serangan air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, belum juga menunjukkan titik terang. Novel, salah seorang penyidik KPK yang menangani dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik, disiram air keras pada 11 April 2017. Sampai sekarang kasusnya masih gelap.

Desakan sejumlah aktivis agar Presiden membentuk tim gabungan pencari fakta belum ditanggapi. Sementara, di sisi lain, laporan pencemaran nama baik yang diduga dilakukan Novel diproses cepat oleh kepolisian.

Sejumlah aktivis antikorupsi yang berada di lingkungan Presiden bisa memberikan masukan yang tepat kepada Presiden bagaimana mengelola upaya pelemahan KPK yang kian terbuka. Fakta pembentukan Panitia Angket DPR, penyiraman air keras terhadap Novel, meninggalnya saksi Johannes Marliem di Amerika Serikat, serta pelaporan sejumlah media ke polisi dan Dewan Pers atas tuduhan pencemaran nama baik harus dilihat sebagai peristiwa terpisah atau satu kesatuan?

Presiden Jokowi bisa kembali ke dokumen Nawacita yang mengantarkannya menjadi presiden: "Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan tepercaya". Publik menunggu kehadiran negara yang kuat, minimal dalam kasus Novel dan pemberantasan korupsi.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 September 2017, di halaman 6 dengan judul "Konsistensi Presiden Jokowi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger