ALIF ICHWAN

Barang Bukti OTTdan Penetapan Tersangka – Dua petugas dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/2), menjukkan barang bukti yang di sita berupa sejumlah uang hasil operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Subang Imas Aryumningsih yang terjaring operasi OTT. Sebelumnya KPK, menetapkan anggota DPR Fraksi Golkar Fayakhun Andriadi sebagai tersangka. Fayakhun diduga menerima suap terkait kasus Bakamla.

Harian ini menulis dengan judul besar, "Indonesia Darurat Korupsi". Judul itu dipilih karena kegeraman publik terhadap korupsi tidak kunjung reda.

credit="Istimewa

Dalam satu bulan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tiga kepala daerah, yakni Bupati Jombang, Bupati Ngada, dan Bupati Subang. Bahkan, terdengar kabar lagi KPK melakukan operasi tangkap tangan di Lampung Tengah. Sejak KPK didirikan 2004-2017, sudah 80 kepala daerah, yakni gubernur, bupati, atau wali kota, tertangkap tangan.

Melihat merebaknya korupsi di Indonesia, wajar memang Indonesia disebut darurat korupsi. Di sejumlah daerah bahkan dinasti korupsi turun-temurun. Di Subang, dalam 12 tahun, ketiga bupatinya terjerat kasus korupsi dan sejenisnya. Mulai dari Eep Hidayat, Ojang Suhandi, dan terakhir Imas Aryumningsih. Imas ditangkap KPK dan menjadi tersangka.

Maraknya korupsi tentunya harus disikapi. Sayangnya selalu terjadi salah resep dalam mengatasi korupsi. Pansus Angket DPR justru menyarankan agar KPK membentuk Lembaga Pengawas Independen untuk mengawasi sepak terjang KPK. Ketua Panitia Angket dari Fraksi Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa meminta KPK melaksanakan rekomendasi Panitia Angket. Jika tidak, DPR mengancam akan mengajukan hak angket lagi untuk KPK. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, KPK tidak diperlukan di negara demokrasi. "KPK lebih cocok bekerja di Korea Utara," kata Fahri seperti dikutip sejumlah portal berita.

Reaksi anggota DPR itu salah resep. Membubarkan KPK bukan berarti tidak ada lagi korupsi di negeri ini, tetapi justru akan menyuburkan korupsi. Membentuk lembaga pengawas independen KPK dan usulan membubarkan KPK, menurut hemat kita, justru akan menghambat pemberantasan korupsi di negeri ini. Seharusnya, parpol melakukan introspeksi bagaimana mereka membangun kader-kader partai yang bersih dan berintegritas dan anti terhadap korupsi. Korupsi itu soal niat.

Bagaimana parpol mengidentifikasi mengapa sampai terjadi dinasti korupsi di Subang dan di sejumlah daerah. Di situ pasti ada yang salah. Mengapa vonis korupsi tidak pernah menjerakan? Mengapa beberapa calon kepala daerah ditangkap KPK menjelang pilkada? KPK juga perlu lebih hari-hati terhadap jebakan dan permainan politik di balik operasi tangkap tangan. Apakah karena biaya politik yang begitu mahal sehingga si calon kepala daerah harus mencari biaya kampanye dengan cara melanggar hukum?

Mencari solusi atas akar masalah korupsi itulah yang harus dicari partai politik. Melalui wakilnya di DPR, partai politik bisa mendesain undang-undang pilkada tanpa biaya politik mahal. Parpol bisa juga merancang pendampingan kepada kepala daerah atau calon kepala daerah mengenai apa itu korupsi, suap, gratifikasi kepada para kepala daerah.