Saat ini, dunia menghadapi penuaan penduduk, dengan meningkatnya jumlah orang berumur tua, dan hidup lebih lama. Bahkan PBB memproyeksikan orang-orang yang berusia 60 tahun dan lebih (lansia) akan mencapai 2 juta orang pada tahun 2050.

Perubahan demografis seperti ini dialami juga oleh Indonesia, yang tentunya berimplikasi terhadap pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs). Tahun 2015, PBB mencanangkan SDGs dengan tujuan untuk memenuhi hak orang, tanpa membedakan kelompok umur, dengan fokus khusus pada kelompok paling rentan, termasuk warga lansia.

Mengacu pada data BPS, proporsi penduduk lansia Indonesia tahun 2010 sudah 7,6 persen, meningkat menjadi 8,5 persen tahun 2015. Ini berarti penduduk lansia semakin banyak dan berdampak pada tantangan pemenuhan kebutuhan yang berbeda dengan kelompok penduduk lainnya.

Bertambahnya sosok penduduk lansia ini perlu dilihat dari karakteristiknya, juga perbedaan orientasi, dibandingkan periode sebelumnya. Dulu, ketika memasuki usia 50 tahun, orang tersebut dianggap sudah tua. Mereka umumnya dianggap sudah tidak dapat melakukan hal-hal yang biasa dilakukan kaum muda.

Lansia dan kesehatan

Saat ini, warga lansia menyuarakan keinginannya untuk dihargai haknya. Mereka bersemangat masih ingin berkarya sesuai kemampuan dan kapasitasnya. Mereka ingin mandiri dan memperlihatkan eksistensi dirinya.

Sebagaimana dilansir The Economist (2017), "The New Old", adanya pengakuan terhadap para warga lansia yang pada kenyataannya masih sehat dan aktif. Ini didasarkan pada kondisi lansia sekarang yang dianggap jauh lebih baik daripada kakek-neneknya dulu ketika usia yang sama.

Kondisi seperti ini sering dikaitkan dengan capaian dalam usia harapan hidup sehat (healthy life expectancy atau HALE), baik saat lahir maupun saat usia 60 tahun dan lebih, yakni suatu perkiraan rata-rata tahun hidup yang masih dijalani yang sudah mempertimbangkan kondisi kesehatan penduduknya.

Jika dilihat hasil estimasi Badan Kesehatan Global, Indonesia mengalami peningkatan HALE saat lahir maupun usia 60 tahun dan lebih. Selama kurun 16 tahun (2000-2016), peningkatan HALE saat lahir sekitar tiga tahun, 59,7 tahun menjadi 63 tahun. Sementara untuk saat lansia meningkat sekitar satu tahun, dari 12,6 menjadi 13,6 tahun.

Angka ini masih jauh lebih rendah dibandingkan capaian HALE negara maju. Umumnya negara maju mencapai lebih dari 70 tahun untuk saat lahir, dan lebih dari 20 tahun saat lansia. Artinya, pada saat lansia, perkiraan rata-rata tahun hidup yang masih dapat dijalani dalam keadaan sehat sekitar 20 tahun.

Tentunya ini merupakan tantangan bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan terkait, bagaimana meningkatkan status kesehatan dan kesejahteraan penduduknya. Meskipun diperkirakan warga lansia Indonesia masih sekitar 14 tahun hidup dalam kondisi sehat, masih banyak yang tidak menikmati hidup sejahtera.  Begitu juga dengan kondisi penduduknya secara umum, seperti dikemukakan UNDP pada Laporan Pembangunan Manusia Tahun 2016, bahwa 140 juta penduduk masih hidup dengan penghasilan kurang dari Rp 20.000 per hari.

Padahal, disebut-sebut bahwa Indonesia mengalami penurunan kemiskinan secara tajam dalam dua dekade terakhir. Tentunya kemiskinan dan ketimpangan seperti ini harus menjadi  perhatian pokok, terutama dalam menyongsong era lansia di masa depan. Negara mempunyai pekerjaan besar dalam menanganinya. Apalagi ini merupakan salah satu tujuan pertama SDGs yang harus dicapai setiap negara, yaitu "Menghapus segala bentuk kemiskinan".

Jika kondisi kemiskinan ini menimpa para warga lansia, dan diiringi kondisi kesehatan yang buruk, tentunya akan menambah beban negara. Sebab, umumnya warga lansia menderita penyakit degeneratif yang kadang lebih dari satu jenis, dan memerlukan biaya cukup tinggi. Sementara dari data BPS tahun 2015 tampak masih 55 persen dari 21,5 juta warga lansia yang belum memiliki jaminan kesehatan.

Kementerian Kesehatan RI telah mencanangkan kesehatan lansia merupakan salah satu prioritas pembangunan, dan menjadi target dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sebagaimana kita ketahui bahwa JKN ditargetkan untuk menjangkau seluruh rakyat (universal health coverage/UHC), yang masih menghadapi tantangan dalam implementasinya.

Jika hal ini dapat dibenahi dan diimplementasikan dengan baik, maka dapat mencapai tujuan SDGs ke-3, yaitu "Menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan penduduk di segala usia". Di usianya yang masih belia, memang pelaksanaan program BPJS Kesehatan sampai saat ini masih menjadi bahan perbincangan di berbagai kalangan.

Lansia dan pendidikan

Selain sehat, penduduk juga perlu berpendidikan sehingga menjadi manusia yang berkualitas. Saat ini penduduk lansia Indonesia masih didominasi oleh yang bependidikan hanya sampai tamat SD, sekitar 56 persen.

Namun, di masa depan, diperkirakan penduduk lansia semakin berpendidikan, dengan tidak menutup kemungkinan mereka masih ingin melanjutkan sekolah atau kuliah. Tentunya tujuan mereka bukan untuk mencari pekerjaan seperti usia muda umumnya, melainkan untuk eksistensi diri. Ini merupakan tantangan tersendiri dalam pemenuhan hak penduduk lansia dalam bidang layanan pendidikan, yang juga merupakan tujuan SDGs ke-4, yaitu "Menjamin kualitas pendidikan yang adil dan inklusif serta meningkatkan kesempatan belajar seumur hidup untuk semua".

Kapasitas pendidikan yang dimiliki penduduk lansia cukup memadai, memungkinkan mereka memperoleh pekerjaan yang layak sesuai usianya. Hal ini menunjang pencapaian tujuan SDGs ke-8, yaitu "Meningkatkan pekerjaan yang layak untuk semua". Terkait pekerjaan, hal yang masih menjadi tantangan adalah adanya ketimpangan gender dalam hal pekerjaan.

Perempuan, termasuk lansia, meski mencurahkan waktu lebih banyak dalam kegiatan, tetapi banyak yang tidak dianggap bekerja. Pada kondisi tertentu, perempuan memperoleh upah lebih rendah daripada laki-laki. Pembenahan dalam hal ini perlu dilakukan karena merupakan tujuan SDGs ke-5, "Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan".

Upaya mencapai lansia sejahtera, sehat, dan aktif pada dekade 2020-2030 perlu dilakukan secara multisektoral dengan memperhatikan tujuan SDGs lainnya. Tidak hanya ditujukan untuk peningkatan kapasitas lansia itu sendiri, tetapi ditunjang faktor eksternal lainnya. Kota tempat tinggal lansia dibuat inklusif, aman, dan berkelanjutan; dan diperkuat dengan adanya kelembagaan yang tangguh dalam memberikan layanan kepada penduduk lansia.

Selain itu, untuk menjaga keberlanjutan program lansia, maka perlu didukung dengan melakukan kemitraan skala nasional dan global. Tentu saja agar tujuan SDGs tersebut terealisasi, perlu ada strategi dan rencana aksi tentang penuaan penduduk. Terkait dengan ini, sejak beberapa tahun lalu Bappenas menginisiasi perumusan Strategi Nasional Kelanjutusiaan di Indonesia demi mencapai "Masa Depan yang Kita Inginkan" untuk generasi sekarang dan mendatang.